Selasa, 21 Februari 2012

Cerpen Tanpa Judul


Keluargaku bukanlah keluarga yang sempurna. Kadang, aku sangat sedih jikalau memikirkan hal itu. Tak ada kehangatan yang kudapatkan dari sana. Keluargaku bukanlah keluarga yang berada, meski begitu seharusnya kehangatan keluarga itu lebih terasa jika keluarga itu kurang berada menurutku. Entah mengapa aku tak mendapatkan itu dari keluargaku. Sudah lama aku merencanakan pelarian dari rumah. Tapi, aku tak tahu harus tinggal di mana. Hah…, aku sangat ingin hidup mandiri dan jauh dari rumah serta keluarga ini.
Tapi, aku tak tahu harus tinggal di mana dan harus mencari kerja di mana. Karena, aku telah mencari kesana-kemari dan tak kutemukan satupun lowongan kerja. Aku merasa sangat kecewa sekali, padahal keinginanku untuk pergi dari rumah sangat besar. Suatu hari, setelah pulang sekolah, aku pergi berkeliling untuk mencari lowongan kerja. Temanku tak bisa menemani dengan alasan rumahnya jauh dan takut kalau kemalaman sampai di rumah nanti.
Terkadang aku kecewa kepada temanku yang satu itu. Hah…., saat aku sedang berjalan-jalan di sekitar gang-gang kecil, kutemukan sebuah café yang sepertinya lumayan mewah. Tapi, aneh! Masa’ membangun café di gang kecil yang jauh dari jalan raya? Tiba-tiba, mataku tertuju pada tulisan “DICARI SEORANG WAITER/WAITRESS” di depan pintunya. Sebuah harapan besar mulai muncul dan café itu seolah-olah menjadi cahaya baru di hidupku yang sangat kelam.
Semangatku yang semula hilang, kini mulai muncul. Aku segera berlari ke café itu dengan perasaan gembira. Sesampai di depan café itu, kulihat ke dalam, pegawainya lumayan banyak dan suasana di dalam café itu sangat nyaman sepertinya. Kulihat di sekitar café itu, ternyata tak ada nama. Café itu tak punya nama. Hm…, café yang aneh, tapi menurutku lebih menjurus ke unik. Dengan yakin, aku masuk ke dalam café itu. Ternyata, di depan pintu ada seorang waitress yang menyambutku dengan ramah.
“Selamat datang di café kami”, ujarnya dengan lembut. Aku membalas,”Terima kasih. Um…, jikalau ingin menjadi waitress di sini, syaratnya apa, ya? Dan…, di mana saya bisa mengkonfirmasikannya?”. “Oh, mau jadi waitress? Tak ada syarat untuk menjadi waitress di sini. Tinggal bilang kepada pemilik café ini saja. Mari, saya antarkan!”, jelasnya dengan ramah dan mempersilahkan diriku mengikutinya. Kuikutilah dia yang berjalan menuju tangga ke lantai 2.
Diperjalanan menuju lantai 2, aku bertanya kepada waitress itu,”Um…, namanya siapa, ya?”. “Namaku Tiffani. Namamu?”, tanyanya balik. Dengan senyum aku menjawab,”Namaku Cera”. “Jika ada pertanyaan lagi, akan terjawab begitu kau bekerja di café ini. Tak perlu bertanya secara langsung dengan yang lain, karena jawabannya ada di sekitar café ini pula”, ujar Tiffani dengan senyum. Hm…, agak membingungkan. Tapi, kurasa aku dapat mengerti dengan apa yang Tiffani katakan.
Tak terasa aku dan Tiffani sudah sampai di depan pintu kantor sang pemilik yang sekaligus manager di café ini. Jantungku mulai berdegup kencang. Kira-kira seperti apa managernya, ya? Apakah galak? Dan…, apakah aku akan diterima di café ini? Pelan-pelan kuketuk pintunya. Terdengarlah suara dari dalam, suaranya nampak seperti suara seorang wanita yang sangat dewasa dan berwibawa,”Masuk”. Dengan menarik nafas perlahan, aku mulai masuk. “Permisi…”, sapaku. Aku berdiri sejenak di depan pintu sambil memperhatikan manager yang sepertinya sedang sibuk menghitung-hitung segala sesuatunya.
Beliau adalah seorang wanita muda yang cantik dengan setelan jas hitamnya yang unik, berhiaskan rambut hitam berkilau panjang terurai, berkulit putih dan nampak halus serta wajah seriusnya dengan bola mata cantik yang berbinar bagai berlian. Aku terpana melihatnya. Tiba-tiba ia menoleh ke arahku dan berkata,”Silahkan duduk, nona”. “Oh, baik”, ujarku sambil tersadar dari lamunanku tadi.
Gara-gara wajah beliau ini sangat serius, suasana yang sepi terasa mencekam bagiku. Namun kuberanikanlah diriku untuk mengatakan maksud dan tujuanku datang ke café ini. Tanpa ada pertanyaan wawancara satupun, beliau langsung berkata,”Silahkan ambil seragam di gudang makanan dan kamu sudah bisa bekerja di sini hari ini juga dengan gaji per hari. Kamu setuju?”. “Tentu saja, Bu! Saya setuju!”, ujarku dengan gembira.
Tak kusangka aku akan mendapat pekerjaan seperti ini. Terserah mau gajinya berapa, yang penting sekarang aku sudah kerja. Ini adalah langkah awal yang bagus untukku yang ingin kabur dari rumah. Terima kasih, Tuhan….ujarku dalam hati.

THE END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar