Keluargaku
bukanlah keluarga yang sempurna. Kadang, aku sangat sedih jikalau memikirkan
hal itu. Tak ada kehangatan yang kudapatkan dari sana . Keluargaku bukanlah keluarga yang
berada, meski begitu seharusnya kehangatan keluarga itu lebih terasa jika keluarga
itu kurang berada menurutku. Entah mengapa aku tak mendapatkan itu dari
keluargaku. Sudah lama aku merencanakan pelarian dari rumah. Tapi, aku tak tahu
harus tinggal di mana. Hah…, aku sangat ingin hidup mandiri dan jauh dari rumah
serta keluarga ini.
Tapi, aku tak
tahu harus tinggal di mana dan harus mencari kerja di mana. Karena, aku telah
mencari kesana-kemari dan tak kutemukan satupun lowongan kerja. Aku merasa
sangat kecewa sekali, padahal keinginanku untuk pergi dari rumah sangat besar.
Suatu hari, setelah pulang sekolah, aku pergi berkeliling untuk mencari
lowongan kerja. Temanku tak bisa menemani dengan alasan rumahnya jauh dan takut
kalau kemalaman sampai di rumah nanti.
Terkadang aku
kecewa kepada temanku yang satu itu. Hah…., saat aku sedang berjalan-jalan di
sekitar gang-gang kecil, kutemukan sebuah café yang sepertinya lumayan mewah.
Tapi, aneh! Masa’ membangun café di gang kecil yang jauh dari jalan raya?
Tiba-tiba, mataku tertuju pada tulisan “DICARI SEORANG WAITER/WAITRESS” di
depan pintunya. Sebuah harapan besar mulai muncul dan café itu seolah-olah
menjadi cahaya baru di hidupku yang sangat kelam.
Semangatku
yang semula hilang, kini mulai muncul. Aku segera berlari ke café itu dengan
perasaan gembira. Sesampai di depan café itu, kulihat ke dalam, pegawainya
lumayan banyak dan suasana di dalam café itu sangat nyaman sepertinya. Kulihat
di sekitar café itu, ternyata tak ada nama. Café itu tak punya nama. Hm…, café
yang aneh, tapi menurutku lebih menjurus ke unik. Dengan yakin, aku masuk ke
dalam café itu. Ternyata, di depan pintu ada seorang waitress yang menyambutku
dengan ramah.
“Selamat
datang di café kami”, ujarnya dengan lembut. Aku membalas,”Terima kasih. Um…,
jikalau ingin menjadi waitress di sini, syaratnya apa, ya? Dan…, di mana saya
bisa mengkonfirmasikannya?”. “Oh, mau jadi waitress? Tak ada syarat untuk
menjadi waitress di sini. Tinggal bilang kepada pemilik café ini saja. Mari,
saya antarkan!”, jelasnya dengan ramah dan mempersilahkan diriku mengikutinya.
Kuikutilah dia yang berjalan menuju tangga ke lantai 2.
Diperjalanan
menuju lantai 2, aku bertanya kepada waitress itu,”Um…, namanya siapa, ya?”.
“Namaku Tiffani. Namamu?”, tanyanya balik. Dengan senyum aku menjawab,”Namaku
Cera”. “Jika ada pertanyaan lagi, akan terjawab begitu kau bekerja di café ini.
Tak perlu bertanya secara langsung dengan yang lain, karena jawabannya ada di
sekitar café ini pula”, ujar Tiffani dengan senyum. Hm…, agak membingungkan.
Tapi, kurasa aku dapat mengerti dengan apa yang Tiffani katakan.
Tak terasa aku
dan Tiffani sudah sampai di depan pintu kantor sang pemilik yang sekaligus
manager di café ini. Jantungku mulai berdegup kencang. Kira-kira seperti apa
managernya, ya? Apakah galak? Dan…, apakah aku akan diterima di café ini?
Pelan-pelan kuketuk pintunya. Terdengarlah suara dari dalam, suaranya nampak
seperti suara seorang wanita yang sangat dewasa dan berwibawa,”Masuk”. Dengan
menarik nafas perlahan, aku mulai masuk. “Permisi…”, sapaku. Aku berdiri
sejenak di depan pintu sambil memperhatikan manager yang sepertinya sedang
sibuk menghitung-hitung segala sesuatunya.
Beliau adalah
seorang wanita muda yang cantik dengan setelan jas hitamnya yang unik,
berhiaskan rambut hitam berkilau panjang terurai, berkulit putih dan nampak
halus serta wajah seriusnya dengan bola mata cantik yang berbinar bagai
berlian. Aku terpana melihatnya. Tiba-tiba ia menoleh ke arahku dan
berkata,”Silahkan duduk, nona”. “Oh, baik”, ujarku sambil tersadar dari
lamunanku tadi.
Gara-gara
wajah beliau ini sangat serius, suasana yang sepi terasa mencekam bagiku. Namun
kuberanikanlah diriku untuk mengatakan maksud dan tujuanku datang ke café ini.
Tanpa ada pertanyaan wawancara satupun, beliau langsung berkata,”Silahkan ambil
seragam di gudang makanan dan kamu sudah bisa bekerja di sini hari ini juga
dengan gaji per hari. Kamu setuju?”. “Tentu saja, Bu! Saya setuju!”, ujarku
dengan gembira.
Tak kusangka
aku akan mendapat pekerjaan seperti ini. Terserah mau gajinya berapa, yang
penting sekarang aku sudah kerja. Ini adalah langkah awal yang bagus untukku
yang ingin kabur dari rumah. Terima kasih, Tuhan….ujarku dalam hati.
THE END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar